Sunday 6 January 2013

PERBANKAN SYARIAH INDONESIA MENUJU MILLENIUM BARU:

Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan Prospek
Oleh: Dhani Gunawan
A. Perbankan Syariah Suatu Paradigma Baru; Menembus Impian Akademis
Sejak awal abad pertengahan hingga awal abad ke-20 konsep bank syariah yang
berintikan kepada bagi hasil masih merupakan kajian akademis oleh para ilmuwan muslim,
dalam hal ini lebih banyak para ekonom atau bankir yang meragukan sistem perbankan syariah
dapat diterapkan dalam sistem perekonomian. Sementara itu perbankan konvensional yang kita
kenal dewasa ini merupakan suatu proses evolusi dan uji coba yang telah berjalan dengan mapan
selama berabad-abad dalam masyarakat. Dengan perjalanan waktu yang cukup panjang tersebut,
maka tidaklah mengherankan apabila persepsi hampir sebagian besar masyarakat tertanam
pengertian bahwa hanya terdapat satu sistem perbankan di dunia ini, yaitu sistem operasi bank
dengan bunga. Pengertian bahwa bank akan terkait dengan suku bunga merupakan suatu
pengertian definitif dalam dunia bisnis, dan merupakan kaidah akademik pada berbagai literatur
para pakar ekonomi perbankan.
Selain itu masih banyak masyarakat yang memiliki persepsi yang belum tepat mengenai
kegiatan usaha bank syariah. Secara visual dan analogis masyarakat banyak yang menafsirkan
bank syariah sebagai bank konvensional dengan menggunakan bagi hasil dalam penghitungan
kredit dan simpanan dana. Pandangan yang demikian dapat dipahami karena informasi dan
publikasi mengenai kegiatan bank syariah sangat minim. Memasuki gerbang pemahaman bank
syariah akan berhadapan dengan suatu paradigma baru, suatu pengertian atau pandangan yang
sama sekali baru dan sejenak harus melupakan pola pikir bank konvensional.
Paradigma baru yang pertama adalah hubungan bank dengan nasabah. Dalam bank
syariah hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan kontrak (contractual agreement) atau
akad antara investor pemilik dana atau shahibul maal dengan investor pengelola dana atau
mudharib yang bekerjasama untuk melakukan usaha yang produktif dan berbagi keuntungan
secara adil (mutual investment relationship). Dengan adanya hubungan kerjasama investasi
tersebut pada dasarnya akan mewujudkan suatu hubungan usaha yang harmonis karena
berdasarkan suatu asas keadilan usaha dan menikmati keuntungan yang disepakati secara
proporsional. Sedangkan apabila kita amati hubungan nasabah dan bank dalam bank
konvensional maka dalam bank konvensional hubungan antara bank dengan nasabah pada
dasarnya merupakan suatu hubungan kreditur dengan debitur dengan menerapkan sistem bunga.
Walaupun terdapat keinginan manajemen bank konvensional untuk mewujudkan suatu hubungan
yang bersifat pembinaan dan kerjasama antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai
debitur, namun dalam prakteknya tujuan yang baik tersebut tidak selalu dapat dilaksanakan
secara konsisten dan efektif karena pada dasarnya tujuan akhir dari bank adalah meraih profit
atau keuntungan dengan seringkali mengabaikan kondisi nyata nasabah apakah usahanya sedang
mengalami keuntungan atau kerugian. Dengan demikian tidak dapat terhindarkan adanya suatu
hubungan eksploitatif antara bank dengan nasabah atau sebaliknya antara nasabah dengan bank,
hal ini dapat terjadi karena dalam pemberian kredit bank akan berusaha mendapatkan bunga
yang setinggi-tingginya sedangkan nasabah akan berusaha menekan bunga serendah-rendahnya.
Sebaliknya nasabah sebagai deposan akan berupaya untuk mendapatkan bunga setinggi___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
2
tingginya tanpa memperhatikan kondisi bank yang sebenarnya sedang kesulitan likuiditas
sehingga secara terus menerus mengalami negative spread dan akhirnya modal negatif.
Walaupun telah diakui bahwa sistem bank konvensional merupakan sistem yang aplicable
diseluruh penjuru dunia, namun dalam kenyataannya terlihat kesulitan untuk menahan negative
spread yang terjadi di negara kita sehingga sangat merepotkan kondisi perbankan di Indonesia.
Paradigma yang kedua adalah adanya larangan-larangan kegiatan usaha tertentu oleh
bank syariah yang bertujuan menciptakan kegiatan perekonomian yang produktif, adil dan
menjunjung tinggi moral. Bank syariah akan mewujudkan produktifitas karena akan mengikis
habis konsep time value of money dan melarang transaksi yang bersifat spekulatif. Sejalan
dengan konsep Islam mengenai harta benda dan sumber daya alam, maka harta benda dan
sumber daya alam yang ada harus dimanfaatkan, digunakan, dan produktif untuk kesejahteraan
masyarakat. Konsep penggunaan harta benda dan sumber daya alam ini akan sangat menentang
adanya penumpukan harta benda, tanah, atau sumber daya alam yang dikuasai oleh sebagian
kecil masyarakat dan tidak produktif, termasuk pemutaran dana pada bank tanpa adanya
investasi yang nyata. Bank syariah dapat menciptakan perekonomian yang adil karena konsep
usaha dalam bank syariah adalah bagi hasil dan tidak memungkinkan seorang deposan yang
memiliki uang yang banyak menanamkan dananya pada bank tanpa menanggung risiko
sedikitpun, sementara pihak bank atau pengelola dana akan dibebani tanggungjawab yang sangat
besar untuk mengelola dana dan menghasilkan keuntungan. Adalah suatu yang sangat adil
seorang deposan menerima proporsional keuntungan nyata yang diterima oleh bank dan juga
menanggung risiko kerugian. Argumen lain tentang bank syariah, yaitu memiliki keunggulan
dalam penjaga lingkungan dan moral karena didalam struktur organisasi bank syariah wajib
memiliki dewan pengawas syariah. Bank syariah dilarang menyalurkan dana untuk suatu proyek
yang akan berdampak secara langsung atau tidak langsung dengan kerusakan lingkungan. Selain
itu bank syariah dilarang menyalurkan dana untuk proyek yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
moral seperti pembiayaan industri minuman keras, sarana perjudian, atau proyek-proyek lain
yang dapat merusak moral atau kesehatan manusia. Tujuan dan nilai-nilai moral dalam bank
syariah berdasarkan pengamatan logis the man in the street maupun disodorkan untuk penelitian
akademis akan membentuk suatu hipotesa awal yang valid bahwa bank syariah sangat
menunjang terwujudnya sistem perekonomian yang sehat dan manusiawi bahkan Khan dan
Mirakhor (1989) menyatakan bahwa perbankan Islam akan lebih stabil dalam menyerap
goncangan perekonomian eksternal dibandingkan dengan perbankan konvensional. Secara
ringkas perbedaan paradigma pertama dan kedua dapat digambarkan pada tabel 1.
Tabel 1
FAKTOR KUNCI BANK KONVENSIONAL BANK SYARIAH
Hubungan bank
dengan nasabah
Investor dengan investor Kreditur dan debitur
Sistem Pendapatan
Usaha
Bunga, Fee Bagi hasil, Marjin, Fee
Organisasi Tidak terdapat struktur pengawasan
syariah
Terdapat struktur pengawasan syariah
yaitu Badan Pengawas Syariah
Penyaluran
Pembiayaan
Liberal untuk tujuan keuntungan Adanya batasan-batasan,
memperhatikan unsur moral dan
lingkungan
Tingkat risiko umum
dlm usaha
Risiko menengah-tinggi karena
adanya transaksi spekulasi
Risiko menengah-rendah karena
melarang transaksi spekulasi
Penanggung Risiko
Investasi
Satu sisi hanya pada bank Dua sisi yaitu bank dan nasabah
(deposan maupun debitur)
___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
3
Paradigma yang ketiga adalah kegiatan usaha bank syariah yang lebih variatif dibandingkan
dengan bank konvensional yang kita kenal dewasa ini, karena dalam bank syariah tidak hanya
berlandaskan sistem bagi hasil tetapi juga sistem jual beli, sewa beli, serta penyediaan jasa
lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinisip syariah. Walaupun terdapat beberapa
pendapat para ahli yang mempertanyakan kembali mengenai fungsi kelembagaan bank syariah
sebagai “bank” atau “perusahaan investasi” namun demikian secara aplikasi tidak dapat
diragukan lagi bahwa keragaman kegiatan usaha bank syariah tersebut telah
menumbuhkembangkan berbagai aspek transaksi ekonomi dalam masyarakat sehingga bank
syariah akan mamiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kebutuhan dunia usaha. Secara umum
perbedaan dasar kegiatan usaha bank konvensional dan bank syariah.
Dasar Kegiatan Usaha Bank
Konvensional
Bank Syariah Keterangan
Kredit (bunga) v penyaluran kredit atau penanaman
dana lainnya
Pembiayaan (bagi hasil) v prinsip mudharabah dan musyarakah
Jual-beli v prinsip bai/salam
Sewa-beli v prinsip ijarah
Simpanan dana (bunga) v deposito, tabungan, atau giro
Investasi dana (bagi hasil) v Investasi tidak terbatas, deposito,
tabungan, giro.
Investasi terbatas/khusus v prinsip mudharabah muqayadah
Jasa perbankan v v prinsip ujrah (bank syariah), fee base
income (bank konvensional)
Paradigma yang keempat adalah penyajian laporan keuangan bank syariah akan terkait erat
dengan konsep investasi dan norma-norma moral/sosial dalam kegiatan usaha bank. Selain
penyajian laporan keuangan bank sebagai lembaga pencari keuntungan juga terdapat laporan
keuangan yang terkait dengan bank sebagai fungsi sosial. Dengan memperhatikan dasar keadilan
dan kebenaran maka konsep Islam dana pencatatan keuangan tetap mengacu kepada konsep
dasar laporan keuangan yaitu dapat dipertanggungjawabkan, tranparans, dan keadilan. dapat
diperbandingkan, namun demikian dalam pencatatan transaksi keuangan dilakukan berbeda
dengan jenis laporan keuangan bank konvensional sebagaimana diuraikan dalam Tabel 2.
Tabel 2
NO BANK KONVENSIONAL NO BANK SYARIAH *)
123
Laporan Neraca
Laporan Laba/Rugi
Laporan Rekening Administratif
1234
56
7
Laporan Neraca
Laporan Laba/Rugi
Laporan Arus Kas
Laporan Perubahan Modal Pemilik dan Laporan
Laba ditahan
Laporan Investasi Terbatas
Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat dan
Dana Sumbangan
Laporan Sumber dan Penggunaan dana Qard
Sumber: Accounting & Auditing Standards for Islamic Financial Institutions, AAOIFI, 1998
Selanjutnya apabila kita amati lebih lanjut maka pos-pos pada neraca bank syariah akan
berbeda dengan bank konvensional. Pos-pos neraca bank syariah akan berpedoman kepada
standar akuntansi lembaga keuangan Organisasi Akuntansi dan Auditing bagi Lembaga
Keuangan Islam (AAOIFI) yang berkedudukan di Bahrain pada tahun 1991. Dengan mengacu
___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
4
kepada standar akuntansi yang diterbitkan tersebut maka dapat kita lihat perbedaan yang
subtantif dengan bank konvensional pada pos-pos neraca tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3
BANK KONVENSIONAL LEMBAGA KEUANGAN/BANK SYARIAH *)
Aktiva
1. Kas
2. Bank Indonesia
?? Giro
?? Seritifikat Bank Indonesia
?? Lainnya
3. Antar Bank Aktiva
4. Surat-surat berharga dan tagihan lainnya
?? surat-surat berharga yang dimiliki
?? tagihan lainnya
5. Kredit
6. Penyertaan
7. Cadangan aktiva produktif
8. Aktiva Tetap dan inventaris
9. Antar kantor aktiva
10. Rupa-rupa aktiva
Aktiva
1. Kas dan setara kas
2. Piutang penjualan
3. Investasi:
?? investasi dlm surat berharga
?? investasi mudharabah
?? investasi musyarakah
?? penyertaan modal
?? persediaan
?? investasi dlm real estate
?? aset untuk disewakan
?? istishna
?? investasi lain
Total investasi
4. Aset lain
5. Total aset
P a s i v a
1. Giro
2. Kewajiban-kewajiban segera lainnya
3. Tabungan
4. Simpanan Berjangka
5. Bank Indonesia
?? Kredit likuiditas
?? Dana kelolaan
?? Fasilitas diskonto
?? Lainnya
6. Antar bank pasiva
7. Surat-surat berharga yang diterbitkan
8. Pinjaman yang diterima
9. Setoran jaminan
10. Antar kantor pasiva
11. Rupa-rupa pasiva
12. Modal
13. Cadangan
14. Laba/rugi
P a s i v a
1. Current Account dan Saving Account
2. Current Account bank/lembaga keu
3. Piutang
4. Dividen yang diusulkan
5. Kewajiban lainnya
Total kewajiban
6. Rekening investasi tdk terbatas
7. Saham minoritas
Total kewajiban, investasi tdk terbatas dan
saham minoritas
8. Modal pemilik:
?? modal disetor
?? cadangan
?? laba ditahan
Total modal pemilik
9. Total kewajiban, rekening investasi tdk terbatas,
saham minoritas dan modal pemilik
*)Sumber: Accounting & Auditing Standards for Islamic Financial Institutions, AAOIFI, 1998
Adanya penyajian laporan keuangan bank syariah akan membuka pengetahuan baru
bahwa dalam laporan sisi aktiva pada dasarnya melaporkan pengelolaan dana deposan dalam
berbagai bentuk investasi hal ini terkait erat dengan fungsi bank syariah sebagai lembaga
pengelola investasi (manajemen investment) atau agen investasi (investment agent). Pada pos
aktiva dikenal berbagai bentuk-bentuk pos neraca yang baru yaitu berbagai macam investasi
oleh bank (mudharabah, musyarakah, aset dalam ral estate , istishna, investasi lain), piutang
penjualan yaitu piutang yang timbul dari marjin jual beli atau “murabahah”, persediaan yaitu
pos untuk menampung aset yang masih dalam proses penjualan, dan aset dalam sewa yaitu aset
yang masih dimiliki oleh bank dalam transaksi sewa beli. Selain itu walaupun masih menjadi
perdebatan yang hangat diantara para Islamic Accounting Schollar mengenai konsep kas dan
konsep akrual, laporan keuangan laba/rugi lembaga keuangan syariah cenderung dihitung
secara cash basis dengan alasan lebih menunjukkan transaksi keuangan bank yang nyata.
___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
5
B. Mekanisme Investasi Dalam Bank Syariah: Bagi Hasil dan Non-Bagi hasil
Dengan memperhatikan berbagai referensi mengenai konsep penyaluran dana bank
syariah maka mekanisme investasi atau pembiayaan dalam bank syariah pada dasarnya dibagi
dalam dua golongan utama yaitu bagi hasil “Profit and loss sharing modes” atau PLS, dan “
Non Profit and loss sharing modes” atau Non-PLS. Dalam model PLS maka antara bank dengan
nasabah terdapat hubungan sebagai pengelola dana dan pemilik dana atau sebaliknya dengan
memperjanjikan nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh. Sedangkan dalam model
Non-PLS maka antara bank dengan nasabah terdapat hubungan transaksi jual beli atau
perolehan imbalan atas jasa, sehingga bank akan memperoleh margin keuntungan dari transaksi
jual beli, atau fee dari pelayanan jasa yang diberikan.
Secara umum model pembiayaan PLS dan transaksi Non-PLS dapat digambarkan dalam
tabel sebagai berikut 1):
Tabel 4
PLS NON-PLS
MODEL TRANSAKSI MODEL TRANSAKSI
Mudharabah Bagi hasil Qardhul Hasan Kebajikan
Musyarakah Bagi hasil Bai’ Muajjal Jual-beli
Muzaraah Bagi hasil Bai’ Salam Jual-beli
Muzaqat Bagi hasil Ijara/Ijara wa iqtina Sewa/Jual-beli
Direct Investment Bagi hasil Murabahah Jual-beli
Jo’alah Fee
1)Sumber IMF Working Paper Maret 1998
Selain itu penting untuk dicermati adanya 2 jenis skim operasi dalam bank syariah yaitu Twotier
Mudaraba dan Two windows sebagaimana diulas oleh Khan and Mirakhor (1993) dalam
analisis model pembiayaan bank syariah. Adanya dua bentuk skim operasi bank syariah tersebut
akan berpengaruh cukup siginifikan terhadap perhitungan risiko pada kegiatan usaha bank
khususnya dari sisi liabilities.
Pada penerapan skim Two-tier Mudaraba memiliki konsekuensi adanya integrasi penuh
aktiva dan pasiva bank. Dalam skim tersebut maka deposan akan diperlakukan sebagai akad
mudharabah sehingga bank dapat menginvestasikan giro maupun simpanan berjangka lainnya
dalam pembiayaan atau investasi lainnya. Dengan demikian seluruh simpanan akan diperlakukan
tanpa jaminan “non guaranteed” karena seluruhnya berbasis mudharabah. Reserve requirement
dalam skema ini akan dihitung berdasarkan sifat dan jenis kewajiban segera yang harus
disiapkan oleh bank.
Dalam skim Two Windows sisi pasiva bank dalam simpanan dibagi dalam dua bentuk
yaitu giro (demand deposits) dan simpanan investasi (investment deposits). Simpanan giro
diperlakukan sebagai simpanan amanah yang bersifat guaranteed, sehingga menjadi kewajiban
bank untuk menyimpan dan mengembalikan setiap saat apabila diminta oleh pemiliknya.
Berbeda dengan skim two-tier mudaraba, dalam skim two windows, bank harus memiliki reserve
requirement 100% sesuai dengan simpanan giro masyarakat. Simpanan giro ini tidak dapat
diinvestasikan karena betul-betul diperlakukan sebagai simpanan amanah. Adanya perbedaan
skim operasi bank syariah tersebut memiliki pengaruh yang cukup mendasar dalam pengaturan
prinsip kehati-hatian bagi operasi perbankan syariah, yaitu dalam penghitungan capital adequacy
ratio maka yang diperhitungkan sebagai aset tertimbang menurut risiko adalah bagian yang tidak
___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
6
termasuk giro karena bersifat guaranteed. Konsekuensi lainnya adalah berkaitan dengan
menajemen likuiditas yang dituangkan dalam maturity profile yang mengharuskan bank untuk
setiap saat memelihara likuiditas yang cukup besar sebagai antisipasi penarikan dana giro yang
sebenarnya untuk periode waktu yang lebih banyak menjadi dana nganggur atau idle.
Selanjutnya karena adanya pemisahan antara sisi guaranteed dan unguaranted maka secara
ekonomis dari sisi mobilisasi dana akan terjadi penumpukan dana yang tidak produktif pada sisi
guaranteed neraca bank.
C. Pengawasan dan Penerapan Prinsip Kehati-hatian Perbankan Syariah
Berkaitan dengan kegiatan usaha bank syariah, maka pengawasan bank merupakan salah
satu tugas pokok bank sentral atau lembaga yang dibentuk secara khusus untuk mengawasi
perbankan. Dalam menjalankan tugasnya otoritas pengawas perbankan mutlak memerlukan data
dan informasi yang senantiasa kini dan akurat dari bank-bank yang diawasinya dalam rangka
mewujudkan sistem perbankan yang sehat. Selain memiliki data yang kini dan akurat,
pengawasan perbankan syariah juga memerlukan piranti pengaturan dalam bentuk standarstandar
pengukuran kinerja atau tingkat kesehatan perbankan seperti standar CAMEL atau
prinsip kehatian-hatian antara lain Ketentuan Pemenuhan Modal Minimum ( KPMM atau CAR),
Posisi Devisa Neto (PDN), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), atau Nisbah
Pembiayaan Terhadap Simpanan (NPTS) yang kita kenal selama ini. Dengan dikenalnya sistem
perbankan syariah maka perlu kita kaji apakah penerapan standar CAMEL dan ketentuan kehatihatian
(prudential banking) tersebut dapat diterapkan pula kepada sistem perbankan syariah.
Mengingat secara mekanisme kegiatan usaha terdapat perbedaan yang prinsipil antara
bank konvensional dan bank syariah, maka timbul pertanyaan mendasar bagaimana penerapan
prudential regulation pada bank syariah. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah
prinsip kehati-hatian diperlukan dalam perbankan syariah mengingat hakikatnya risiko investasi
dana masyarakat pada bank syariah ditanggung pula oleh pihak pemilik dana atau investor dana.
Adanya adagium bahwa risiko bank syariah adalah juga risiko deposan menimbulkan perdebatan
yang cukup hangat mengenai penerapan model-model prinsip kehati-hatian pada bank syariah.
Penerapan prinsip kehati-hatian pada bank syariah telah lama menjadi isu para pakar perbankan.
Pada working paper IMF (Maret 1998) “Islamic Banking: Issues in Prudential Regulations and
Supervision” dinyatakan bahwa implementasi prinsip kehati-hatian pada bank syariah dapat
menggunakan referensi standar Basle Committee on Banking Supervision (BIS) sebagaimana
telah diterapkan pada bank konvensional. Namun demikian disadari bahwa standar BIS tidak
dapat sepenuhnya diadopsi dalam perbankan syariah. Terdapat beberapa kendala yang dapat
menyulitkan penerapan standar prinsip kehati-hatian yang berpatokan kepada BIS yaitu adanya
perbedaan penerapan prinsip syariah dalam beberapa negara muslim, adanya perbedaan derajat
penerapan prinsip syariah dalam lembaga atau instrumen perekonomian seperti Iran yang
konservatif dan Malaysia yang liberal. Secara umum kerangka kerja bank konvensional dan bank
syariah dapat digambarkan sebagai berikut 2) :
Tabel 5
KARAKTERISTIK BANK SYARIAH BANK KONVENSIONAL
Penjaminan:
Simpanan giro
Simpanan investasi
Ya
Tidak
Ya
Ya
Equity-Based dimana Modal Ya Tidak
___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
7
sebagai risiko
Pendapatan simpanan Tidak ditentukan
Tidak dijamin
Tertentu
Dijamin
Mekanisme pengaturan
pendapatan dari simpanan
Tergantung dari kinerja
bank/pendapatan investasi
Tidak tergantung dari kinerja
bank/pendapatan investasi
Sistem bagi untung dan rugi
(PLS)
Ya Tidak
Penggunaan dari model
pembiayaan bagi untung dan rugi
(PLS) dan non PLS
Ya N/A
Penerapan agunan Dimungkinkan untuk mengurangi
itikad buruk /moral hazard
Ya untuk non PLS
Ya/selalu
2) sumber Working Paper IMF Maret 1998
Selanjutnya dengan mengacu kepada standar CAMEL bank konvensional dan tabel-tabel yang
telah diuraikan diatas, maka secara umum dapat diajukan beberapa pemikiran yang berupa
hipotesa awal mengenai model-model pengawasan bank syariah berdasarkan prinsip kehatihatian
sebagai berikut:
Tabel 6
FAKTOR KETENTUAN YANG
BERLAKU
BANK SYARIAH
Bank Konvensional dan
Bank Syariah
Working Paper IMF Hipotesa Penerapan
Permodalan:
Modal disetor Rp 3 T n/a -Jumlah yang sama dengan
bank konvensional
CAR minimum 8% minimum 8% atau lebih rasio modal yang ditetapkan
minimal sama dengan
standard bank konvensional,
bahkan sebaiknya lebih besar
(IMF min 8%, AAOIFI
menyarankan sekitar 12%)
ATMR Bobot risiko:
1. Neraca
-0% (kas, emas, giro di BI,
tagihan/kredit dijamin
pemerintah)
-20% (tagihan/kredit yang
diterbitkan/ diberikan oleh
bank lain, pemerintah daerah,
lembaga non departemen)
-50% (tagihan/kredit yang
diberikan BUMN, perusahaan
milik pemerintah pusat negara
lain)
-100% (tagihan atau kredit
kepada pihak lain).
2. Rekening Administratif
Bobot risiko neraca:
-Non-PLS yang dijamin oleh
agunan memiliki bobot risiko
yang paling rendah (50%)
-Mudharabah, musyarakah,
Non-PLS yang tidak dijamin
agunan memiliki bobot risiko
tertinggi. (100%)
Bobot risiko neraca:
-untuk kas, emas, dan “high
quality liquid assets”
dihitung 0
-dibedakan perhitungan bobot
risiko antara aset PLS dan
non-PLS.
___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
8
Kualitas
Aktiva
Produktif
Diklasifikasikan dengan
kriteria: Lancar, Dalam
Perhatian Khusus, Kurang
Lancar, Diragukan, dan Macet
-PLS atau mudharabah tidak
dapat diklasifikasikan sebagai
non performing sebelum
dinyatakan “default”.
-PLS yang menghasilkan bagi
hasil yang menurun atau tidak
memberikan bagi hasil sebelum
kontrak berakhir
diklasifikasikan sebagai
mendapat perhatian khusus
atau kurang lancar.
-PLS: klasifikasi dilakukan
berdasarkan kinerja bagi hasil
dengan memperhatikan faktor
determinan: menurun tapi
masih positif dan belum jatuh
waktu, tidak memberikan
bagi hasil tapi belum jatuh
waktu, telah jatih waktu dan
rugi, serta belum jatuh waktu
dan mengalami rugi karena
kelalaian atau
penyelewengan.
-Non-PLS diklasifikasikan
dengan
memperhatikan/mengacu
pedoman konvensional,
mengingat terdapat kesamaan
karakteristik angsuran,
namun dilakukan
penyesuaian dengan
mempertimbangkan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip
syariah.
Manajemen Penilaian kinerja manajemen
umum dan manajemen risiko
berdasarkan pada daftar 100
pertanyaan
Penilaian atas faktor:
-kompetensi teknis,
kepemimpinan, kemampuan
administratif.
-kepatuhan terhadap ketentuan
perbankan.
-kemampuan untuk
merencanakan dan menghadapi
perubahan.
-kecukupan dan kepatuhan
terhadap kebijakan internal.
-suksesi, dan kemandirian
-kemauan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat
Penilaian kinerja manajemen
umum dan manajemen risiko
merupakan faktor pokok
dengan penekanan pada:
-kemampuan SDM dalam
pengelolaan bank syariah
sebagai lembaga bisnis.
-integritas dan kepatuhan
terhadap prinsip syariah.
Rentabilitas Penilaian atas dari kinerja
rentabilitas yang dihitung
rasio ROA, ROE dan BOPO
Penilaian atas faktor:
-kemampuan untuk menutup
kerugian dan menyediakan
kecukupan modal
-trend rentabilitas
-perbandingan peer group
-kualitas dan komposisi
pendapatan bersih
Penilaian dapat difokuskan
pada kinerja atas perhitungan
rasio ROA, ROE, dan BOPO
dan trend rentabilitas untuk
mengevaluasi kemajuan
usaha bank.
Likuiditas Penilaian atas kemampuan
likuiditas yang dihitung dari
rasio likuiditas dan Interbank
Call Money
Penilaian atas faktor:
-tingkat volatilitas waktu
simpanan
-ketergantungan pada dana
yang sensitif terhadap suku
bunga
-kemampuan teknis
pengelolaan kewajiban
-tersedianya aset yang likuid
-akses pada pasar uang antar
bank termasuk ke bank sentral
Rasio likuiditas dengan
memasukkan faktor maturitas
sebagai faktor yang penting
terutama kemampuan bank
dalam akses terhadap pasar
uang antar bank termasuk
LOLR
___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
9
(LOLR).
Namun demikian dari hipotesa di atas masih merupakan bentuk kajian yang sangat analog
dengan asumsi memperbandingkan dua mekanisme yang secara teknis setara. Sebelumnya perlu
kita sadari terlebih dahulu, bahwa sebagaimana pada umumnya pembentukan suatu sistem baru,
maka sistem perbankan syariah dewasa ini berada pada tahap pembentukan. Pada tahap
pembentukan ini maka diperlukan suatu perlakuan edukasi dan tahapan agar embriyo dari sistem
baru tersebut dapat bertahan hidup dan berkembang. Dengan demikian apabila pada tahap
pertumbuhan perbankan syariah sudah harus menjalani persyaratan yang ketat yang diperlakukan
kepada sistem perbankan yang sudah mapan seperti pada bank konvensional, maka dengan
kondisi sumber daya yang dewasa ini belum memadai, tanpa adanya jaringan kantor yang cukup,
serta tanpa didukung oleh lingkungan yang kondusif, dapat terjadi pertumbuhan sistem
perbankan syariah akan mengalami pertumbuhan yang prematur dan mengecewakan. Hal ini
membawa kita kepada suatu pemahaman bahwa pengembangan sistem perbankan syariah
memerlukan suatu perlakuan yang konstruktif dari pemerintah atau otoritas moneter tanpa
mengakibatkan timbulnya moral hazard dari dukungan atau perlakuan tersebut.
Selanjutnya berdasarkan sifat pengelolaan simpanan atau investasi dana masyarakat
pada bank syariah yang bersifat “un-guaranteed” kecuali simpanan giro wadiah, maka dari
analisa risiko dapat kita terima argumen bahwa simpanan atau investasi pada bank syariah
memiliki “risiko” yang lebih tinggi. Risiko disini dalam tanda kutip karena sebenarnya posisi
risiko yang diartikan dalam bank syariah adalah risiko investasi dalam hubungan yang murni
investor dengan investor, tidak dalam arti penjaminan pembayaran simpanan pada bank
konvensional yang secara esensial bertentangan dengan prinsip investasi yang mendudukan bank
dengan deposan atau investor dalam posisi yang berimbang dalam mendapatkan keuntungan dan
memikul risiko kerugian. Dalam kondisi masyarakat yang sangat heterogen baik motivasi
maupun integritasnya maka pengawasan perbankan syariah memerlukan suatu mekanisme
perlindungan yang bersifat ekstra dalam upaya melindungi sistem bank syariah yang sarat
dengan nuansa kepercayaan dan moralitas. Mekanisme pengamanan yang diperlukan terutama
dari segi perlindungan hukum dan bumper investasi. Perlindungan hukum berupa pengaturan dan
penegakan hukum yang keras terhadap pihak-pihak manajemen atau nasabah yang melakukan
pembobolan atau kejahatan keuangan pada bank syariah, sedangkan bumper investasi berupa
penerapan sistem agunan yang dapat menghindarkan itikad buruk para investor yang menerima
pembiayaan bank.
D. Sumber Daya Manusia Perbankan Syariah; Kenyataan dan Harapan
Dewasa ini di Indonesia bahkan ditingkat global dirasakan masih langka bankir yang
memiliki keahlian operasional bank syariah. Bahkan para bankir yang telah mengikuti berbagai
kursus dan pelatihan dalam prakteknya masih merasakan keterbatasan pengetahuannya tentang
aplikasi model-model penghimpunan dana, pembiayaan dan jasa dari bank syariah. Adanya
kelangkaan ini merupakan hasil dari masih sangat terbatasnya universitas atau lembaga
pendidikan tinggi di negara kita yang menyediakan kurikulum ekonomi dan perbankan syariah,
terlebih untuk mencari lembaga pendidikan tinggi yang memiliki Islamic economic research
centre masih jauh dari harapan.
___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
10
Perbankan syariah menuju abad mendatang harus memiliki sumber daya manusia yang
berdaya saing dan handal. Bank syariah memerlukan SDM yang memiliki dua sisi kemampuan
yaitu ketrampilan pengelolaan operasional (profesionalism) dan pengetahuan syariah termasuk
akhlak atau moral dengan integritas yang tinggi. Penjabaran lebih lanjut dari SDM bank syariah
adalah memenuhi persyaratan STAF kependekan dari shidiq (jujur), tabligh (membawa dan
menyebarluaskan kebaikan), amanah (dapat dipercaya), dan fathonah (pandai, memiliki
kemampuan). Bagi otoritas pengawasan persyaratan SDM bank syariah yang STAF ini
merupakan suatu hal yang mutlak dan tidak ada kompromi. Persyaratan STAF ini harus secara
eksplisit dan implisit ditetapkan dalam berbagai ketentuan dan petunjuk otoritas pengawas. Bagi
pengurus bank yang tidak memiliki salah satu dari persyaratan tersebut tidak dapat duduk dalam
kepengurusan, bahkan sebagai komisaris sekalipun.
Mengingat fungsi bank syariah yang sarat dengan nuansa kepercayaan dan moral, maka
bahaya potensial yang dihadapi oleh para pengurus bank adalah adanya moral hazard yang
berkaitan erat dengan sifat bagi hasil dalam kegiatan usaha bank. Moral hazard ini bukan hanya
bersumber dari para nasabah melainkan juga dari para pihak yang berkepentingan yang berupaya
mempengaruhi manajemen bank. Independensi bukan hanya milik otoritas moneter atau
pengawasan, tetapi juga mutlak dimiliki oleh para pengurus bank syariah. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka dalam membangun SDM perbankan syariah maka seharusnya pendidikan dan
pelatihan merupakan pos prioritas dalam anggaran bank syariah. Supaya anggaran pendidikan
dan pelatihan tersebut menjadi investasi yang berharga bagi bank syariah maka dalam program
jangka pendek strategi integrasi antara pemilihan jenis pendidikan atau pelatihan, serta pegawai
atau pejabat peserta pelatihan yang memiliki komitmen, merupakan penunjang utama
keberhasilan. Dalam jangka panjang pendidikan atau pelatihan bagi seluruh jenjang manajemen
dan pegawai sebaiknya dilakukan secara bertahap sesuai dengan prioritas yang lebih bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman mengenai . Komitmen bagi pegawai untuk menerapkan prinsip
syariah secara konsisten
E. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia dan Perkembangan di Negara Lain;
Suatu Pelajaran
Dewasa ini terdapat 1 bank umum dan 78 BPR berdasarkan prinsip syariah di seluruh
wilayah Indonesia. Perkembangan perbankan syariah ini dibandingkan dengan total volume
usaha dan jumlah perbankan nasional secara keseluruhan relatif masih sangat kecil yaitu
dibawah 1%, sehingga peranannya terhadap ekonomi makro belum signifikan, serta secara
jaringan kantor belum memenuhi kebutuhan akses masyarakat yang tersebar luas diseluruh
penjuru Indonesia. Ukuran volume usaha dan jaringan kantor yang sangat kecil tersebut
merupakan salah satu kendala utama dalam pengembangan perbankan syariah sebagaimana telah
diindikasikan oleh M.Umer Chapra (1998) sehingga mempengaruhi kemampuan bank untuk
melakukan pelatihan yang memadai, penelitian pasar, pengembangan produk, dan
pengembangan teknologi. Selain itu bagi para akademisi maupun praktisi perkembangan yang
kecil tersebut mempengaruhi minat penelitian, yang terbukti dengan masih sangat terbatasnya
literatur maupun keterlibatan para pakar dalam pengembangan perbankan syariah. Namun
demikian kondisi perbankan syariah demikian justru bagi peneliti Rodney Wilson (1996)
merupakan prospek yang cerah bagi masa yang akan datang karena hanya sebagian kecil potensi
pasar yang telah digali, sehingga masih sangat luas potensi yang tersedia bagi pertumbuhan
___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
11
bank syariah. Demikian pula dengan potensi di Indonesia melihat jumlah penduduk muslim
yang sangat besar maka sangat terbuka bagi pengembangan bank syariah sebagai suatu sistem
lembaga intermediasi keuangan yang sesuai dengan keyakinan umat Islam dan bagi siapapun
non-Islam yang tertarik atau berminat untuk mengikuti sistem tersebut sebagai suatu mekanisme
pelayanan jasa keuangan yang bersifat universal. Masih belum berkembangnya perbankan
syariah memerlukan upaya yang luas dan menyeluruh yang meliputi perangkat hukum,
mekanisme pengaturan sistem jaringan kantor, dukungan piranti moneter dan pasar uang, serta
upaya meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai kegiatan usaha bank syariah
(socialization).
Sebelum pembahasan lebih lanjut akan sangat bermanfaat apabila kita melihat
perkembangan secara umum bank syariah di negara-negara lain seperti di Pakistan dan Iran
sebagai bahan pelajaran dalam membangun sistem perbankan syariah di Indonesia. Pakistan dan
Iran adalah dua negara yang telah menerapkan full Islamic Banking yang agak berbeda dengan
negara kita dengan penerapan dual banking system namun demikian sebagai bahan
perbandingan, kedua negara tersebut sangat menarik untuk dipelajari. M.Umer Chapra (1998)
menyatakan bahwa beberapa variabel perbankan seperti pertumbuhan simpanan, modal, tingkat
keuntungan dan rasio perbankan lainnya merupakan indikasi yang tidak diragukan lagi dalam
mengukur keberhasilan perbankan syariah di beberapa negara. Namun demikian ukuran-ukuran
keberhasilan tersebut tidak akan memberikan informasi yang penting sebelum kita memahami
faktor-faktor lain yang berkontribusi dalam perkembangan perbankan syariah tersebut seperti
faktor stabilitas politik, infrastruktur perekonomian dan sosial, pertumbuhan perekonomian,
aliran modal masuk, dan kualitas manajemen bank-bank syariah. Secara garis besar dapat
digambarkan perkembangan dinegara-negara lain sebagai berikut:
PAKISTAN
Tabel 7
FAKTOR PERKEMBANGAN/KETERANGAN
Latar belakang pengembangan ?? dibuka kesempatan oleh Presiden Ziaul Haq pada tahun
1979, yang semata-mata “political reasons” dalam rangka
meraih dukungan rakyat.
Kondisi perekonomian, sosial, dan
perbankan s.d. 1979
?? sistem perbankan penuh dengan korupsi dan kolusi.
?? penyaluran kredit dipengaruhi golongan pengusaha besar
dan memiliki keterkaitan dengan penguasa.
?? empat bank terbesar (National, Muslim Commercial, Habib,
dan United) memiliki rating terendah E+ Moodys.
?? kredit non lancar sebesar 240% dari modal perbankan.
?? secara teknis sistem perbankan “bankrupt”
?? GDP (tingkat harga 1990) rata-rata 4,0%
?? Defisit Anggaran rata-rata 6,5%
?? Hutang luar negeri 9,9 milliar USD, 42,4% (% GDP)
?? rasio debt-service 18,3
Kondisi perekonomian, sosial, dan
perbankan 1980 s.d. 1996
?? praktek-praktek korupsi dan kolusi masih berlangsung
?? pertumbuhan GDP (tingkat harga 1990) rata-rata 5,7%
?? defisit anggaran rata-rata 6,8%
?? hutang luar negeri 29,9 milliar USD, 46,3% (% GDP)
?? rasio debt-service 27,4
Perkembangan penerapan sistem perbankan
syariah
Secara keseluruhan dapat dianggap kurang berhasil karena:
?? Pemerintah tidak melakukan upaya yang sungguh-sungguh
dalam memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme.
___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
12
?? tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk memulihkan
kondisi kesehatan perbankan dan integritas manajemen
perbankan.
?? tidak ada dukungan dari perangkat hukum yang memadai.
?? kurangnya dukungan dari pejabat pemerintah, bank sentral,
bahkan penolakan (resistance) dari para birokrat terhadap
penerapan sistem perbankan syariah.
I R A N
Tabel 8
FAKTOR PERKEMBANGAN/KETERANGAN
Latar belakang pengembangan ?? dimulai sejak timbulnya revolusi Iran tahun 1979 dan
ditetapkan pada tahun 1984.
Kondisi perekonomian, sosial dan
perbankan s.d. 1988
?? nasionalisasi bank-bank komersial sejak Juni 1979.
?? penegakan hukum (law enforcement) yang baik
?? kondisi perekonomian yang memburuk sejak perang dengan
Irak 1980, berakhirnya oil boom 1982, penerapan sanksi
ekonomi oleh Amerika Serikat, pembekuan aset di luar
negeri, tingkat inflasi yang tinggi, serta pelarian modal ke
luar negeri.
?? pertumbuhan GDP (harga 1990) rata-rata -9,8%
?? defisit anggaran (% dari GDP) rata-rata -9,2%
?? hutang luar negeri 5,8 milliar USD
Kondisi perekonomian, sosial dan
perbankan 1988 s.d. 1997
?? pertumbuhan GDP (harga 1990) rata-rata 5,5%
?? defisit anggaran (% dari GDP) rata-rata 1,1%
?? hutang luar negeri 21,2 milliar USD
Perkembangan penerapan sistem perbankan
syariah
Secara keseluruhan dapat dianggap cukup berhasil karena:
?? pemerintah memiliki upaya yang sungguh-sungguh dalam
menerapkan program perbankan syariah dan penegakan
hukum.
?? upaya yang sungguh-sungguh untuk memulihkan kondisi
kesehatan perbankan dan integritas manajemen perbankan
?? dukungan dari perangkat hukum yang memadai
?? dukungan dari pejabat pemerintah, bank sentral, dan para
birokrat terhadap penerapan sistem perbankan syariah
MALAYSIA
Tabel 9
FAKTOR PERKEMBANGAN/KETERANGAN
Latar belakang pengembangan ?? penerapan dual banking sistem dimulai sejak tahun
1983 dengan ditetapkannya Undang-undang Bank
Islam tahun 1983.
Kondisi perekonomian, sosial dan perbankan 1994 s.d.
1996
?? GDP (harga tetap 1978) rata-rata RM 130 milliar
?? Pertumbuhan real GDP rata-rata 5,3%
?? GNP RM 237 milliar
?? Cadangan bersih Bank Negara RM 70 milliar
?? Inflasi (harga tetap 1994) rata-rata 3,5%
?? Simpanan pd perbankan RM 75,4 milliar
?? Kredit oleh perbankan RM 72 milliar
?? Loan to deposit rasio 95,4%
Perkembangan penerapan dual banking system dengan Secara keseluruhan berhasil dengan baik dengan faktor
___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
13
catatan masih perlu dikaji lebih lanjut mengingat saat ini
peranan bank syariah hanya 3 % dari total volume usaha
perbankan.
pendukung:
?? Adanya undang-undang Bank Islam tersendiri
?? Pengaturan kelembagaan dan piranti yang lengkap
(Islamic securitisation, islamic interbank money
market, banking infrastruktur, sumber daya
manusia)
?? Penegakan hukum yang baik(law enforcement).
?? Pemahaman masyarakat terhadap operasi bank
syariah
Dari pengalaman di Pakistan dan Iran, maka dapat kita petik pelajaran bahwa penerapan
sistem perbankan syariah memerlukan pra kondisi terutama harus mempersiapkan lingkungan
perbankan dan aparat birokrat yang bersih dari praktek-praktek korupsi dan kolusi, serta
komitmen yang tinggi dari pemerintah dan manajemen bank untuk mengembangkan bank
syariah. Suatu hal menarik adalah terdapat suatu fakta bahwa walaupun dewasa ini pusat
perbankan syariah yang dianggap maju adalah Malaysia, Bahrain, dan Inggris karena didukung
oleh landasan ekonomi yang baik serta SDM yang memadai, namun demikian Iran telah
menunjukkan kekecualian dengan keberhasilan perbankan syariahnya.
F. Kesiapan Perbankan Syariah Menuju Millenium; Optimisme, Tantangan dan Harapan
Menghadapi millenium baru maka perbankan syariah Indonesia yang berada dalam tahap
awal pertumbuhan, masih memiliki kesempatan dan waktu yang cukup untuk melakukan
persiapan dalam rangka mewujudkan perbankan syariah yang sehat. Dengan diberlakukannya
Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan serta Undang-Undang No.23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia maka secara legitimasi memiliki landasan hukum yang kuat bagi
pembangunan perbankan syariah di Indonesia. Namun demikian dari segi penerapan kebijakan
maka melihat pengalaman negara lain, pembangunan perbankan syariah akan kurang berhasil
bahkan mengalami kegagalan selama program pembangunan dihantarkan oleh pemerintah atas
dasar alasan politis “political reason” atau dibangun dalam kondisi perbankan yang penuh
dengan praktek-praktek korupsi, kolusi, atau nepotisme. Strategi pengawasan yang diterapkan
banyak mendapatkan masukan-masukan yang sangat berharga dari konsep dasar pengawasan
kegiatan usaha bank yang berdasarkan kehatian-hatian dari Basle Settlement. Namun demikian
konsep penerapannya perlu kita cermati lebih lanjut dengan memperhatikan sifat dan mekanisme
kegiatan usaha bank syariah yang secara prinsipil berbeda dengan bank konvensional. Penerapan
prinsip kehati-hatian tersebut memiliki kompleksitas yang tinggi, terlebih dihubungkan dengan
belum adanya standardisasi fatwa produk-produk bank syariah baik secara nasional maupun
internasional. Penerapan prinsip kehati-hatian akan lebih mudah apabila penerapan dikaitkan
dengan karakteristik perbankan syariah yang ada di setiap negara, yang sangat tergantung dari
mazhab yang dianut. Standarisasi prinsip syariah sebagai landasan kegiatan usaha bank menjadi
sangat penting karena disamping akan memudahkan pengawasan oleh otoritas dan dewan
syariah, juga merupakan suatu manfaat yang sangat besar bagi kepastian hukum para pihak
(nasabah, bankir, manajemen, dan penegak hukum atau pengadilan) yang melakukan transaksi
dengan bank syariah. Upaya yang penting lainnya adalah berupaya mengadopsi standar-standar
internasional perbankan syariah yang telah terbentuk seperti standar akunting dan auditing dari
AAOIFI Bahrain, yang selain akan meningkatkan kualitas dan memperjelas standar laporan
___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
14
keuangan perbankan syariah nasional kepada otoritas dan publik, juga akan memudahkan
perbankan syariah nasional dalam transaksi global.
Dari segi eksternal strategi pengembangan perbankan syariah masih memerlukan langkah
prioritas berupa perluasan jaringan kantor yang memadai sehingga mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat yang menyebar baik diperkotaan maupun pedesaan. Perluasan jaringan ini harus
didukung dengan upaya meningkatkan pemahaman mengenai kegiatan usaha bank syariah yang
menjadi tugas pemerintah dan kegiatan promosi bank yang bersangkutan. Kegiatan sosialisasi
yang dilakukan oleh Bank Indonesia merupakan faktor pendorong yang cukup menetukan dalam
upaya peningkatan pemahaman masyarakat mengenai kegiatan usaha bank syariah, namun
demikian upaya ini tidak akan optimal tanpa dilandasi komitmen yang kuat termasuk dari para
birokrat terkait. Kebijakan yang besifat penetratif seperti dalam bentuk kewajiban menyediakan
persentase tertentu dari kantor cabang bank umum menjadi kantor bank syariah dalam yurisdiksi
Indonesia, akan dapat meningkatkan jaringan kantor secara ekspansif dan cepat, namun demikian
kebijakan ini memerlukan pemikiran yang cukup berhati-hati mengingat upaya mendorong
perbankan syariah ini sebaiknya mengacu kepada market demand sehingga dapat terhindar dari
obyek rekayasa atau formalitas manajemen bank .
Dari segi internal perbankan syariah dengan sedikit mengutip dari hasil Islamic Financial
Institutions Forum di Bahrain tahun 1998, menurut pendapat penulis terdapat beberapa faktor
kunci sebagai persiapan perbankan syariah menuju abad mendatang agar dapat hadir pada
perbankan modern dan memiliki daya saing yang handal. Sumber daya manusia (SDM)
merupakan faktor penentu dalam membangun bank syariah yang solid dan profesional. Bank
syariah memerlukan SDM yang memiliki dua sisi kemampuan yaitu ketrampilan pengelolaan
operasional (profesionalism) dan pengetahuan syariah yang dilengkapi dengan akhlak dan
integritas yang tinggi. Faktor kedua adalah kemampuan bank dalam menyediakan produk dan
jasa bank yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian akan berkaitan erat
dengan kemampuan dalam pengembangan produk yang kompetitif dan melayani segmen
nasabah potensial. Pengembangan produk bank akan berperan kuat SDM bank, institusi
pengawas produk dan jasa bank yaitu dewan pengawas syariah dan dewan syariah nasional.
Namun demikian keahlian dan pengetahuan SDM bank akan menjadi pemain utama yang
menentukan. Faktor ketiga adalah pengembangan teknologi bank termasuk teknologi sistem
informasi. Teknologi sistem informasi yang tepat guna akan menjadikan bank beroperasi lebih
efisien. Di beberapa negara kaya minyak di timur tengah (Bahrain, Arab Saudi, Kuwait, Qatar,
UAE) kecanggihan teknologi informasi bank syariah sangat menonjol, sehingga mampu
menyediakan data dan pelayanan jasa kepada masyarakat melalui produk-produk bank yang
modern seperti phone banking, smart card, financing/investment products, dll. Faktor-faktor
tersebut merupakan penentu keberhasilan yang bersifat mendasar, tentunya masih banyak faktor
lain yang juga turut menentukan keberhasilan bank syariah dengan memperhatikan kondisi
lingkungan bisnis, geografis, sektor industri yang potensil, serta heterogenitas budaya
masyarakat di suatu daerah atau negara yang tentunya berbeda. Namun demikian kita semua
patut bersyukur dengan perkembangan perbankan syariah yang mulai menunjukkan
eksistensinya sebagai suatu sistem perbankan yang memiliki manfaat dalam perekonomian umat
muslim khususnya serta bagi anggota masyarakat non-muslim lainnya sebagai rahmat bagi
seluruh umat manusia menjelang millenium baru, suatu tantangan pengembangan dan juga suatu
harapan bagi kemajuan perekonomian.
___________________________________________________________________
Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Suatu Tinjauan Pengembangan, Pengawasan, dan
Prospek
15
---ddd----
Refensi buku/makalah:
1. M. Umer Chapra, Islamic Banking: The Dream and The Reality, A paper prepared for
presentation at the second annual Harvard University Forum, 1998.
2. Iqbal, Zubair, and Mirakhor, Islamic Banking (Washington DC, IMF, Occasional Paper
No.49, 1987).
3. Mirakhor, Abbas, The Progress of Islamic Banking: the Case of Iran and Pakistan, 1988.
4. Wilson, Rodney, Islamic Financial Markets (London: Routledge, 1990)
5. Working Paper IMF, Islamic Banking: Issues in Prudential Regulation and Supervision,
Maret 1998.
6. Bank Indonesia, Buku Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah, Juni 1999.
Dhani Gunawan
Peneliti Bank
Tim Penelitian dan Pengembangan Bank Syariah
Direktorat Penelirian dan Pengaturan Perbankan
NIP.11188

No comments:

Post a Comment