Pengantar
Ketika dunia menggunakan
emas dan perak sebagai mata uang, tidak pernah terjadi sama sekali
masalah-masalah moneter seperti inflasi, fluktuasi nilai tukar dan
anjloknya daya beli. Professor Roy Jastram dari Berkeley University AS, dalam
bukunya The Golden Constant, telah membuktikan sifat emas yang
tahan inflasi. Menurut penelitiannya, harga emas terhadap beberapa komoditi
dalam jangka waktu 400 tahun hingga tahun 1976 adalah konstan dan stabil.
(Nurul Huda dkk, 2008: 104).
Masalah-masalah moneter itu
justru terjadi setelah dunia melepaskan diri dari standar emas dan perak serta
berpindah ke sistem uang kertas (fiat money), yaitu mata uang yang
berlaku semata karena dekrit pemerintah, yang tidak ditopang oleh logam mulia
seperti emas dan perak. Dalam sistem Bretton Woods yang berlaku sejak 1944,
dolar masih dikaitkan dengan emas, yaitu uang $35 dolar AS dapat ditukar dengan
1 ons emas (31 gram). Namun, pada 15 Agustus 1971, karena faktor ekonomi,
militer dan politik, Presiden AS Richard Nixon akhirnya menghentikan sistem
Bretton Woods itu dan dolar tak boleh lagi ditukar dengan emas. (Hasan 2005).
Mulailah era nilai tukar mengambang global yang mengundang banyak masalah.
Dolar semakin terjangkit penyakit inflasi. Pada tahun 1971 harga resmi emas
adalah $38 dolar AS per ons. Namun, pada tahun 1979 harganya sudah melonjak
menjadi $450 dolar AS per ons (El-Diwany, 2003).
Masalah-masalah moneter seperti itu hanya
dapat diatasi oleh mata uang emas dan perak saja. Mengapa? Sebab, emas dan
perak mempunyai banyak keunggulan. Telaah ini bertujuan mengupas lebih dalam
mengenai keunggulan-keunggulan sistem emas dan perak tersebut, sebagaimana
diterangkan oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya, Al-Amwal fi Dawlah
al-Khilafah (2004), khususnya bab Fawa’id Nizham adz-Dzahab wa
al-Fidhdhah. (h. 224-dst).
Keunggulan Mata Uang Emas
dan Perak
Syaikh Zallum menerangkan setidaknya terdapat
6 (enam) keunggulan mata uang emas dan perak sebagai berikut (h. 224-227).
Pertama: emas dan perak adalah komoditi, sebagaimana komoditi lainnya, semisal:
unta, kambing, besi atau tembaga. Untuk mengadakannya perlu ongkos eksplorasi
dan produksi. Komoditi ini dapat diperjualbelikan apabila ia tidak digunakan
sebagai uang. Jadi, emas dan perak termasuk uang komoditi/uang barang
(commodity money). (Nasution, 2008:241). Artinya, emas dan perak mempunyai
nilai intrinsik (qimah dzatiyah) pada dirinya sendiri. Beda dengan uang
kertasyang tidak memiliki nilai intrinsik pada barangnya sendiri. (Thabib,
2003:326).
Dengan menggunakan mata uang emas dan perak,
suatu Negara tidak akan dapat mencetak mata uang sesukanya lalu mengedarkannya
ke pasar. Ini berbeda dengan uang kertas; Negara dapat saja mencetak uang
kertas berapa pun ia mau, karena uang kertas tidak mempunyai nilai intrinsik
pada dirinya sendiri. (Zallum, 2004:224). Ilustrasinya, biayanya 4 sen dolar.
Dengan anggapan 1 dolar senilai Rp 10.000, maka nilai 4 sen dolar hanya Rp 400
(1 dolar = 100 sen dolar). Kalau mau mencetak lembaran uang 100 dolar. Biayanya
juga masih sekitar 4 sen dolar itu. Inilah yang mengakibatkan The Fed (Bank
Sentral AS) sangat leluasa mencetak doalr hamper unlimited sehingga menimbulkan
inflasi permanen. (Hamidi, 2007:37).
Namun, untuk mencetak uang senilai 1 dinar
emas, diperlukan emas seberat 4,25 gram. Negara yang menggunakan standar dianr
tidak bisa mencetak uang semaunya, kecuali dalam batas kuantitas emas yang
dimilikinya. Uang yang beredar hanya bisa ditambah ketika Negara menerima
sejumlah emas baru dari pihak luar. Sebaliknya, uang yang beredar bisa
berkurang kalau ada orang yang menukarkan sebagian uangnya dengan emas.
(El-Diwany, 2003:92).
Kedua: sistem emas dan perak akan menjamin
kestabilan moneter. Tidak seperti sistem uang kertas yang cenderung membawa
instabilitas dunia karena penambahan uang kertas yang beredar secara tiba-tiba.
(h. 226). Emas biasanya tidak mudah ditemukan dalam jumlah berlimpah. Dalam
perkiraan terbaik, persediaan emas global dalam 300 tahun terakhir hanya
bertambah rata-rata 2% pertahun. Tignkat pertumbuhan ini jauh di bawah
pertumbuhan uang beredar berdasarkan perbankan modern yang menggunakan uang
kertas. (El-Diwany, 2003:93). Dalam setahun, seluruh industri tambang emas
dunia hanya menghasilkan kira-kira 2000 ton emas, sangat jauh di bawah produksi
baja di AS saja yang menghasilkan 10.500 ton per jamnya pada tahun 1995.
(Hamidi, 2007:109).
Ketiga: sistem emas dan perak akan menciptakan
keseimbangan neraca pembayaran antar-negara secara otomatis untuk mengoreksi
ketekoran dalam pembayaran tanpa intervensi bank sentral. (zallum, 2004:226).
Mekanisme ini disebut dengan automatic adjustment(penyesuaian
otomatis) yang akan bekerja menyelesaikan ketekoran dalam perdagangan(trade
imbalance) antar Negara. (Hamidi, 2007:137; Nurul Huda dkk, 2008:103).
Mekanismenya jika suatu Negara (misal Negara
A) impornya dari Negara B lebih besar daripada ekspornya, maka akan makin
banyak emas dan perak yang mengalir dari Negara A itu ke Negara B. ini karena
emas dan perak digunakan sebagai alat pembayaran. Kondisi ini akan
mengakibatkan harga-harga di dalam Negara A turun, lalu meyebabkan harga-harga
komoditi dalam Negara A lebih murah daripada komoditi impor dari Negara B, dan
pada gilirannya akan mengurangi impor dari Negara B. Sebaliknya, dalam sistem
uang kertas, jika terjadi ketekoran semacam ini, Negara A akan mencetak lebih
banyak uang, sebab tak ada batasan untuk mencetaknya. Tindakan ini justru akan
meningkatkan inflasi dan menurunkan daya beli pada uang di Negara A.
Dalam sistem emas dan perak, Negara tidak
meungkin mencetak uang lagi, selama uang yang beredar dapat ditukar dengan emas
dan perak pada tingkat harga tertentu. Sebab, Negara khawatir tidak akan mampu
melayani penukaran tersebut. (Zallum, 2004:226).
Keempat: sistem emas dan perak mempunyai keunggulan
yang sangat prima, yaitu berapapun kuantitasnya dalam satu Negara, entah banyak
atau sedikit, akan dapat mencukupi kebutuhan pasar dalam pertukaran mata uang.
(Zallum, 2004:227). Jika jumlah uang tetap, sementara barang dan jasa
bertambah, uang yang ada akan mampu membeli barang dan jasa secara maksimal.
Jika jumlah uang tetap, sedangkan barang dan jasa berkurang, uang yang ada
hanya mengalami penurunan daya beli. Walhasil, berapa pun jumlah uang yang ada,
cukup untuk membeli barang dan jasadi pasar, baik jumlah uang itu sedikit atau
banyak. (Yusanto, 2001:144).
Hal yang sama tidak dapat dikatakan unutk
sistem uang kertas. Jika Negara mencetak semakin banyak uang kertas, daya beli
uang itu akan turun dan terjadilah inflasi. Jelaslah, sistem emas dan perak
akan menghapuskan inflasi. Sebaliknya, sistem uang kertas akan menyuburkan
inflasi. (Zallum, 2004:227).
Kelima: sistem emas dan perak akan mempunyai
kurs yang stabil antar Negara. Ini karena mata uang masing-masing Negara akan
mengambil posisi tertentu terhadap emas atau perak. Dengan demikian, di seluruh
dunia hakikatnya hanya terdapat satu mata uang, yaitu emas atau perak, mski
mata uang yang beredar akan bermacam-macam di berbagai Negara. (Zallum,
2004:227).
Benar hanya ada satu mata uang emas, karena
satu ons koin emas (31 gram) di AS tidak akan berbeda dengan satu ons koin emas
di Jepang, Jerman atau Prancis. Mungkin satu ons emas itu akan diberi nama yang
berbeda-beda di masing-masing Negara ini, pakah diberi nama 20.000 Yen
(Jepang), 200 Deutschemark (Jerman), 10.000.000 Rupiah (Indonesia), atau 1.000
Franc (Prancis). Namun, tidak akan ada biaya transaksi signifikan yang
menggambarkan perbedaan kurs. Konsekuensinya, spekulasi mata uang asing (valas)
tidak akan dapat lagi dilakukan dan perdagangan internasional pun akan makin
bergairah, karena emas dan perak telah menghindarkan para eksportir/importer
dari sumber ketidakpastian yang terbesar, yaitu kurs yang tidak tetap
(fluktuasi). (El-Diwany, 2003:97).
Keenam: sistem emas dan perak akan memelihara
kekayaan emas dan perak yang dimiliki oleh setiap Negara. Jadi, emas dan perak
tidak akan lari dari satu negeri ke negeri lain. Negara manapun tidak
memerlukan pengawasan untuk menjaga emas dan peraknya. Mengapa? Sebab, emas dan
perak itu tidak akan berpindah secara percuma atau illegal. Emas dan perak
tidak akan berpindah kecuali menjadi harga bagi barang atau jasa yang memang
hal ini dibolehkan oleh syariah. (Zallum, 2004:227; An-Nabhani, 2004:277).
Penutup
Itulah sekilas beberapa
keunggulan mata uang emas dan perak yang diterangkan oleh Syaikh Abdul Qadim
Zallum dalam kitabnya Al-Amwal fi Dawlah al-Khilafah (2004). Dengan pengayaan
dari berbagai referensi berharga lainnya. Dengan memahami berbagai keunggulan
itu, kita tak perlu lagi meragukan kemampuan mata uang emas dan perak dalam
mengatasi masalah-masalah moneter yang menyengsarakan umat selama ini.
Sumber:
al-wa’ie (media politik dan dakwah), edisi 100 tahun IX, 1-31 Desember 2008
No comments:
Post a Comment