Saturday 29 December 2012

KEUNGGULAN DINAR-DIRHAM



Pengantar
Ketika dunia menggunakan emas dan perak sebagai mata uang, tidak pernah terjadi sama sekali masalah-masalah moneter seperti inflasi, fluktuasi nilai tukar dan anjloknya daya beli. Professor Roy Jastram dari Berkeley University AS, dalam bukunya The Golden Constant, telah membuktikan sifat emas yang tahan inflasi. Menurut penelitiannya, harga emas terhadap beberapa komoditi dalam jangka waktu 400 tahun hingga tahun 1976 adalah konstan dan stabil. (Nurul Huda dkk, 2008: 104).
Masalah-masalah moneter itu justru terjadi setelah dunia melepaskan diri dari standar emas dan perak serta berpindah ke sistem uang kertas (fiat money), yaitu mata uang yang berlaku semata karena dekrit pemerintah, yang tidak ditopang oleh logam mulia seperti emas dan perak. Dalam sistem Bretton Woods yang berlaku sejak 1944, dolar masih dikaitkan dengan emas, yaitu uang $35 dolar AS dapat ditukar dengan 1 ons emas (31 gram). Namun, pada 15 Agustus 1971, karena faktor ekonomi, militer dan politik, Presiden AS Richard Nixon akhirnya menghentikan sistem Bretton Woods itu dan dolar tak boleh lagi ditukar dengan emas. (Hasan 2005). Mulailah era nilai tukar mengambang global yang mengundang banyak masalah. Dolar semakin terjangkit penyakit inflasi. Pada tahun 1971 harga resmi emas adalah $38 dolar AS per ons. Namun, pada tahun 1979 harganya sudah melonjak menjadi $450 dolar AS per ons (El-Diwany, 2003).
Masalah-masalah moneter seperti itu hanya dapat diatasi oleh mata uang emas dan perak saja. Mengapa? Sebab, emas dan perak mempunyai banyak keunggulan. Telaah ini bertujuan mengupas lebih dalam mengenai keunggulan-keunggulan sistem emas dan perak tersebut, sebagaimana diterangkan oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya, Al-Amwal fi Dawlah al-Khilafah (2004), khususnya bab Fawa’id Nizham  adz-Dzahab wa al-Fidhdhah. (h. 224-dst).
Keunggulan Mata Uang Emas dan Perak
Syaikh Zallum menerangkan setidaknya terdapat 6 (enam) keunggulan mata uang emas dan perak sebagai berikut (h. 224-227). Pertama: emas dan perak adalah komoditi, sebagaimana komoditi lainnya, semisal: unta, kambing, besi atau tembaga. Untuk mengadakannya perlu ongkos eksplorasi dan produksi. Komoditi ini dapat diperjualbelikan apabila ia tidak digunakan sebagai uang. Jadi, emas dan perak termasuk uang komoditi/uang barang (commodity money). (Nasution, 2008:241). Artinya, emas dan perak mempunyai nilai intrinsik (qimah dzatiyah) pada dirinya sendiri. Beda dengan uang kertasyang tidak memiliki nilai intrinsik pada barangnya sendiri. (Thabib, 2003:326).
Dengan menggunakan mata uang emas dan perak, suatu Negara tidak akan dapat mencetak mata uang sesukanya lalu mengedarkannya ke pasar. Ini berbeda dengan uang kertas; Negara dapat saja mencetak uang kertas berapa pun ia mau, karena uang kertas tidak mempunyai nilai intrinsik pada dirinya sendiri. (Zallum, 2004:224). Ilustrasinya, biayanya 4 sen dolar. Dengan anggapan 1 dolar senilai Rp 10.000, maka nilai 4 sen dolar hanya Rp 400 (1 dolar = 100 sen dolar). Kalau mau mencetak lembaran uang 100 dolar. Biayanya juga masih sekitar 4 sen dolar itu. Inilah yang mengakibatkan The Fed (Bank Sentral AS) sangat leluasa mencetak doalr hamper unlimited sehingga menimbulkan inflasi permanen. (Hamidi, 2007:37).
Namun, untuk mencetak uang senilai 1 dinar emas, diperlukan emas seberat 4,25 gram. Negara yang menggunakan standar dianr tidak bisa mencetak uang semaunya, kecuali dalam batas kuantitas emas yang dimilikinya. Uang yang beredar hanya bisa ditambah ketika Negara menerima sejumlah emas baru dari pihak luar. Sebaliknya, uang yang beredar bisa berkurang kalau ada orang yang menukarkan sebagian uangnya dengan emas. (El-Diwany, 2003:92).
Kedua: sistem emas dan perak akan menjamin kestabilan moneter. Tidak seperti sistem uang kertas yang cenderung membawa instabilitas dunia karena penambahan uang kertas yang beredar secara tiba-tiba. (h. 226). Emas biasanya tidak mudah ditemukan dalam jumlah berlimpah. Dalam perkiraan terbaik, persediaan emas global dalam 300 tahun terakhir hanya bertambah rata-rata 2% pertahun. Tignkat pertumbuhan ini jauh di bawah pertumbuhan uang beredar berdasarkan perbankan modern yang menggunakan uang kertas. (El-Diwany, 2003:93). Dalam setahun, seluruh industri tambang emas dunia hanya menghasilkan kira-kira 2000 ton emas, sangat jauh di bawah produksi baja di AS saja yang menghasilkan 10.500 ton per jamnya pada tahun 1995. (Hamidi, 2007:109).
Ketiga: sistem emas dan perak akan menciptakan keseimbangan neraca pembayaran antar-negara secara otomatis untuk mengoreksi ketekoran dalam pembayaran tanpa intervensi bank sentral. (zallum, 2004:226). Mekanisme ini disebut dengan automatic adjustment(penyesuaian otomatis) yang akan bekerja menyelesaikan ketekoran dalam perdagangan(trade imbalance) antar Negara. (Hamidi, 2007:137; Nurul Huda dkk, 2008:103).
Mekanismenya jika suatu Negara (misal Negara A) impornya dari Negara B lebih besar daripada ekspornya, maka akan makin banyak emas dan perak yang mengalir dari Negara A itu ke Negara B. ini karena emas dan perak digunakan sebagai alat pembayaran. Kondisi ini akan mengakibatkan harga-harga di dalam Negara A turun, lalu meyebabkan harga-harga komoditi dalam Negara A lebih murah daripada komoditi impor dari Negara B, dan pada gilirannya akan mengurangi impor dari Negara B. Sebaliknya, dalam sistem uang kertas, jika terjadi ketekoran semacam ini, Negara A akan mencetak lebih banyak uang, sebab tak ada batasan untuk mencetaknya. Tindakan ini justru akan meningkatkan inflasi dan menurunkan daya beli pada uang di Negara A.
Dalam sistem emas dan perak, Negara tidak meungkin mencetak uang lagi, selama uang yang beredar dapat ditukar dengan emas dan perak pada tingkat harga tertentu. Sebab, Negara khawatir tidak akan mampu melayani penukaran tersebut. (Zallum, 2004:226).
Keempat: sistem emas dan perak mempunyai keunggulan yang sangat prima, yaitu berapapun kuantitasnya dalam satu Negara, entah banyak atau sedikit, akan dapat mencukupi kebutuhan pasar dalam pertukaran mata uang. (Zallum, 2004:227). Jika jumlah uang tetap, sementara barang dan jasa bertambah, uang yang ada akan mampu membeli barang dan jasa secara maksimal. Jika jumlah uang tetap, sedangkan barang dan jasa berkurang, uang yang ada hanya mengalami penurunan daya beli. Walhasil, berapa pun jumlah uang yang ada, cukup untuk membeli barang dan jasadi pasar, baik jumlah uang itu sedikit atau banyak. (Yusanto, 2001:144).
Hal yang sama tidak dapat dikatakan unutk sistem uang kertas. Jika Negara mencetak semakin banyak uang kertas, daya beli uang itu akan turun dan terjadilah inflasi. Jelaslah, sistem emas dan perak akan menghapuskan inflasi. Sebaliknya, sistem uang kertas akan menyuburkan inflasi. (Zallum, 2004:227).
Kelima: sistem emas dan perak akan mempunyai kurs yang stabil antar Negara. Ini karena mata uang masing-masing Negara akan mengambil posisi tertentu terhadap emas atau perak. Dengan demikian, di seluruh dunia hakikatnya hanya terdapat satu mata uang, yaitu emas atau perak, mski mata uang yang beredar akan bermacam-macam di berbagai Negara. (Zallum, 2004:227).
Benar hanya ada satu mata uang emas, karena satu ons koin emas (31 gram) di AS tidak akan berbeda dengan satu ons koin emas di Jepang, Jerman atau Prancis. Mungkin satu ons emas itu akan diberi nama yang berbeda-beda di masing-masing Negara ini, pakah diberi nama 20.000 Yen (Jepang), 200 Deutschemark (Jerman), 10.000.000 Rupiah (Indonesia), atau 1.000 Franc (Prancis). Namun, tidak akan ada biaya transaksi signifikan yang menggambarkan perbedaan kurs. Konsekuensinya, spekulasi mata uang asing (valas) tidak akan dapat lagi dilakukan dan perdagangan internasional pun akan makin bergairah, karena emas dan perak telah menghindarkan para eksportir/importer dari sumber ketidakpastian yang terbesar, yaitu kurs yang tidak tetap (fluktuasi). (El-Diwany, 2003:97).
Keenam: sistem emas dan perak akan memelihara kekayaan emas dan perak yang dimiliki oleh setiap Negara. Jadi, emas dan perak tidak akan lari dari satu negeri ke negeri lain. Negara manapun tidak memerlukan pengawasan untuk menjaga emas dan peraknya. Mengapa? Sebab, emas dan perak itu tidak akan berpindah secara percuma atau illegal. Emas dan perak tidak akan berpindah kecuali menjadi harga bagi barang atau jasa yang memang hal ini dibolehkan oleh syariah. (Zallum, 2004:227; An-Nabhani, 2004:277).
Penutup
Itulah sekilas beberapa keunggulan mata uang emas dan perak yang diterangkan oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Al-Amwal fi Dawlah al-Khilafah (2004). Dengan pengayaan dari berbagai referensi berharga lainnya. Dengan memahami berbagai keunggulan itu, kita tak perlu lagi meragukan kemampuan mata uang emas dan perak dalam mengatasi masalah-masalah moneter yang menyengsarakan umat selama ini.
Sumber: al-wa’ie (media politik dan dakwah), edisi 100 tahun IX, 1-31 Desember 2008

No comments:

Post a Comment