Firman Allah SWT:
“……Dan
tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran……”
(QS. Al-Maidah:2)
Koperasi sebagai
sebuah lembaga ekonomi rakyat telah lama dikenal di Indonesia, bahkan Dr.
Muhammad Hatta, salah seorang Proklamator Republik Indonesia yang dikenal
sebagai Bapak Koperasi, mengatakan bahwa Koperasi adalah Badan Usaha Bersama
yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya
berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak
dan kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan para anggotanya.
Menurut UU No. 25
tahun 1992 tentang Perkoperasian, dalam Bab I, Pasal 1, ayat 1 dinyatakan bahwa
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus
gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Tujuan pendirian
Koperasi, menurut UU Perkoperasian, adalah memajukan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian
nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Di sisi lain,
sebagaimana kita ketahui, bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.
Dalam teori sosial-ekonomi, dinyatakan bahwa membangun sebuah kesejahteraan
bagi suatu bangsa, factor yang harus dikaji tidak hanya sekedar faktor ekonomi
dalam arti sempit, tetapi juga harus melibatkan faktor psikologi, demografi,
adat-budaya serta agama, dan faktor-faktor terkait lainnya.
Dengan demikian,
sesuai dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam, maka
kajian-kajian yang bersumber dari syariah Islam tidak dapat dinafikan.
Sebenarnya, dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, dunia Islam
mempunyai sistem perekonomian yang berbasiskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
Syariah yang bersumber dari Al Quran dan Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma
dan Al Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah
Sistem Ekonomi Syariah. Sistem Ekonomi Syariah mempunyai beberapa tujuan,
yakni:
1.
Kesejahteraan Ekonomi
dalam kerangka norma moral Islam (dasar pemikiran QS. Al-Baqarah ayat 2 &
168; Al-Maidah ayat 87-88, Surat Al-Jumu’ah ayat 10);
2. Membentuk masyarakat dengan tatanan
sosial yang solid, berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang universal (Qs.
Al-Hujuraat ayat 13, Al-Maidah ayat 8, Asy-Syu’araa ayat 183)
3. Mencapai distribusi pendapatan dan
kekayaan yang adil dan merata (QS. Al-An’am ayat 165, An-Nahl ayat 71,
Az-Zukhruf ayat 32);
4. Menciptakan kebebasan individu dalam
konteks kesejahteraan social (QS. Ar-Ra’du ayat 36, Luqman ayat 22).
Ekonomi Syariah yang merupakan bagian
dari system perekonomian Syariah, memiliki karakteristik dan nilai-nilai yang
berkonsep kepada “amar ma’ruf nahi mungkar” yang
berarti mengerjakan yang benar dan meninggalkan yang dilarang. Ekonomi Syariah dapat
dilihat dari 4 (empat) sudut pandang, yaitu: Pertama, Ekonomi Illahiyah
(Ke-Tuhan-an) ; Kedua, Ekonomi Akhlaq; Ketiga, Ekonomi Kemanusiaan; dan
Keempat, Ekonomi Keseimbangan.
Sudut pandang Ekonomi Syariah
berdasarkan Ekonomi Keseimbangan adalah suatu pandangan Islam terhadap hak
individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil tentang
dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan,
iman dan kekuasaan. Ekonomi yang moderat menurut syariah Islam tidak menzalimi
masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat
kapitalis, dan juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan
oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak individu dan masyarakat.
Dengan demikian, dapat kita lihat bahwa
Sistem Ekonomi Syariah mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala
hal kehidupan, namun ironinya, pada saat ini justru ummat Islam yang terpuruk
dalam ekonomi. Bahkan lebih parah lagi, Islam dianggap sebagai factor
penghambat dalam pembangunan ekonomi. Padahal, jika ummat Islam konsisten
terhadap ajaran agamanya, maka jalan menuju kesejahteraan sebenarnya terbuka
lebar, karena Al Qur’an sebagai Kitab Suci dalam berbagai ayatnya mengajarkan
motivasi dalam berusaha guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Salah satu jalan yang dapat ditempuh dalam upaya peningkat
kesejahteraan ummat dapat dilakukan dengan menggiatkan masjid-masjid untuk
berperan alami dalam kehidupan jamaah dan masyarakat di lingkungan masjid
dengan menggunakan ajaran Islam sebagai agama yang dianut oleh masyarakat
setempat sebagai mekanisme perubahan sosial dan peningkatan motivasi dalam
berusaha sehingga dapat mempercepat perubahan sosio-ekonomi di wilayah-wilayah
masjid tersebut berada. Peningkatan kesejahteraan umat tersebut dapat dilakukan
dengan membuat Koperasi yang beranggotakan jamaah dari masjid dengan kegiatan
ekonomi yang berbasiskan kebutuhan pembangunan dan pemeliharaan masjid serta
penyediaan kebutuhan jamaah dan masyarakat di sekitar masjid tersebut.
Menurut UU Perkoperasian
Nomor 25 tahun 1992 disebutkan bahwa fungsi dan peranan Koperasi
adalah: a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi
anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; b. Berperan serta secara aktif dalam upaya
mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat; c. Memperkokoh
perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional
dengan Koperasi sebagai sokogurunya; d. Berusaha untuk mewujudkan dan
mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Sedangkan prinsip
Koperasi menurut UU Koperasi tersebut adalah: Keanggotaan bersifat sukarela dan
terbuka; Pengelolaan dilakukan secara demokratis; Pembagian sisa hasil usaha
dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing
anggota; Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; dan Kemandirian.
Memperhatikan fungsi,
peranan dan prinsip Koperasi di atas, maka konsep-konsep Koperasi tersebut
tidak jauh berbeda dengan tujuan yang ada pada Sistem Ekonomi Syariah, yakni
menuju kesejahteraan yang berkeadilan. Namun dalam Islam, menurut Qardhawi
(1997), keadilan yang dimaksud bukanlah pemerataan secara mutlak, tetapi adalah
keseimbangan antara individu dengan masyarakat, antara suatu masyarakat dengan
masyarakat lainnya. Hal tersebut mengandung implikasi bahwa pembagian laba atau
sisa hasil usaha harus merefleksikan kontribusi yang diberikan kepada Koperasi
oleh anggota bukan hanya sekedar modal (financial) tetapi juga berupa modal
keahlian, waktu, kemampuan manajemen, good will, dan kontrak usaha. Kerugian
usaha juga harus dirasakan bersama sesuai proporsi modal dan tuntutan-tuntutan
lain yang timbul akibat usaha tersebut.
Sistem Ekonomi
Syariah mengakui adanya perbedaan pendapatan dan kekayaan pada setiap orang
dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang
mempunyai perbedaan keterampilan, inisiatif, usaha, dan resiko. Namun perbedaan
itu tidak boleh menimbulkan kesenjangan yang terlalu jauh antara yang kaya
dengan yang miskin karena kesenjangan yang terlalu dalam tidak sesuai dengan
Syariah Islam yang menekankan bahwa sumber-sumber daya bukan saja karunia dari
Allah bagi semua manusia, melainkan juga merupakan amanah
Menurut Umer Chapra
(2000), koperasi merupakan bentuk organisasi bisnis berorientasi kepada
pelayanan yang dapat memberikan sumbangan yang kaya kepada realisasi
sasaran-sasaran suatu perekonomian Islam. Dengan penekanan Islam pada
persaudaraan, maka koperasi dalam memecahkan persoalan yang saling
menguntungkan antara berbagai pihak, seharusnya mendapatkan penekanan yang
besar dalam sebuah masyarakat Islam. Koperasi dapat menyumbangkan sejumlah
pelayanan kepada para anggota, termasuk penyediaan keuangan berjangka pendek
bila diperlukan melalui dana mutual, ekonomi penjualan dan pembelian dalam
jumlah besar, pemeliharaan fasilitas, pelayanan bimbingan, bantuan atau
pelatihan untuk memecahkan persoalan-persoalan manajemen dan teknik, dan
asuransi mutual. Sesungguhnya, sulit melihat bagaimana suatu masyarakat Islam
modern dapat secara efektif merealisasikan tujuan-tujuannya tanpa suatu peran
yang dimainkan oleh Koperasi. Oleh karena itu, sudah sepantasnya, untuk memulai
pendirian Koperasi yang beranggotakan jamaah masjid dan masyarakat di sekitar
lingkungannya, namun tentu saja dengan memperhatikan dan menggunkana
kaidah-kaidah ekonomi dan keuangan yang tidak bertentangan dengan Syariah
Islam.
Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji
Sosial Ekonomi Islami)
No comments:
Post a Comment